Dikisahkan, Sri Sultan Hamengku Buwono VIII bernama kecil GRM Sujadi. Beliau lahir tanggal 3 Maret 1880 (Rebo Wage Rabingulawal Wawu Je 1809). GRM Sujadi merupakan keturunan Hamengku Buwono VII dari garwa padmi bernama GKR Hemas. GRM Sujadi naik takhta pada 8 Februari 1921 (Selasa Kliwon, 29 Jumadilawal Alip 1850). Hamengku Buwono VIII memiliki 8 istri, 24 anak laki-laki, dan 17 anak perempuan. Hamengku Buwono VIII dikenal sebagai raja yang berorientasi terkait pemajuan dan demokratisasi kebudayaan. Beliau pernah mempekerjakan pelukis dan pianis ternama dari Jerman (Walter Spies) sebagai Kapellmeister (master band orchestra) bertempat di bangsal Mandalasana, sebelum berpindah ke Ubud (Bali) untuk bekerja sebagai pelukis.
Hamengku Buwono VIII naik tahta menggantikan ayahnya berusia 83 tahun. Ia dinobatkan atas seizin Belanda. Raja detik itu belum menikah resmi, tapi telah dikaruniai beberapa anak. Belanda menilai, raja banyak berdiam di istana. Saat Hamengku Buwono VIII berkuasa, lingkungan keraton dihuni sekitar 15.000 orang. Mayoritas keluarga kerajaan, tukang mobil, tukang kebun, pandai emas dan perak, pembuat batik, dan pekerjaan lain yang melayani keraton. Bangunan inti di dalam keraton periode Hamengku Buwono VIII ditinggali Sultan dan permaisuri. Beberapa ruangan dipakai untuk tamu kehormatan seperti Residen Belanda saat berkunjung. Sultan disebut “Pangeran Merdeka”, namun dia harus berbagi takhta dengan Belanda (residen) dalam mengurus pemerintahan.
Kerajaan di Vorstenlanden awal abad XX punya kemiripan terkait perkembangan dan modernisasi seperti yang terjadi di Eropa ketika abad XVI dan XVII. Istana dengan lingkaran aristokrat serta romantisme budaya sangat indah bagi orang Eropa. Walau begitu, banyak pangeran yang berjasa bagi masyarakat (bidang pemerintahan) karena belajar pendidikan Barat. Tak semua kaum bangsawan di Yogyakarta berpendidikan Barat dan lincah berbahasa Belanda. Berbeda dengan para bangsawan muda di Surakarta yang fasih berbahasa Belanda, bahkan beberapa generasi tua bisa berbahasa Belanda dan memperoleh pekerjaan di kantor pemerintah. Kaum darah biru dan abdi dalem Keraton Yogyakarta justru duduk bersila atau manembah di pelataran keraton penuh ketenangan, suasana hati damai, serta mengisi waktu luang mempelajari seni tari dengan sempurna dan detail. Giat mempelajari budaya Jawa serta menyatu dengan tradisi guna melestarikan budaya keraton yang luhung. Kondisi ini tidak disoal Hamengku Buwono VIII, mengingat sikapnya yang demokratis membebaskan bangsawan memilih jalan hidup mengabdi pada keraton ataupun menempuh pendidikan tinggi. Aristokrat memilih mengabdi, tak ayal kesenian di Keraton Yogyakarta berkembang pesat.
Periode event
26 Sep 2025 - 24 Jan 2026
Jam Operasional Narahubung
Lokasi Event
Kagungan Dalem Kedhaton, Keraton Yogyakarta

Pembukaan Pameran Temporer "Pangastho Aji "
26 September 2025, 18:00
Jelajahi kembali sejarah dan inovasi di Keraton Yogyakarta lewat pameran akhir tahun, Pangastho Aji, Laku Sultan Kedelapan! ✨
Pameran ini akan membawa kamu menyelami kisah hidup Sri Sultan Hamengku Buwono VIII, mulai dari perjalanannya menuju takhta hingga perannya dalam memajukan budaya dan membawa industrialisasi di Yogyakarta.
Pameran utamanya akan dibuka untuk umum mulai 27 September 2025. Khusus untuk pembukaan pameran, akan ada pertunjukan seni Wayang Wong selama tiga hari berturut-turut di Kagungan Dalem Pagelaran mulai 26–28 September 2025.
Tiket untuk acara pembukaan bisa dibeli secara online melalui link dibawah ini Jangan sampai kehabisan!
Ayo kunjungi pameran Pangastho Aji dan saksikan langsung pertunjukan pembukaannya!